Di daerah Cianjur,
Jawa Barat, hiduplah seorang lelaki yang kaya raya. Ia memiliki semua
sawah dan ladang yang ada di desanya. Penduduk hanya menjadi buruh tani
yang menggarap sawah dan ladang lelaki kaya tersebut. Sayang, dengan
kekayaannya, lelaki tersebut menjadi orang yang sangat susah menolong,
kekayaannya dia simpan terus menerus hingga banyak, sehingga orang –
orang memanggilnya Pak Kikir.
Di daerah tersebut
sering mengadakan pesta syukuran, dengan harapan agar panen berikutnya
menjadi lebih baik dari panen sebelumnya. Pesta syukuran tersebut dengan
jamuan yang hanya ala kadarnya saja, dan jumlah yang tidak mencukupi
untuk undangan sehingga banyak undangan yang tidak dapat menikmati
jamuan.
Di suatu waktu, di
tengah-tengah pesta, datanglah seorang nenek tua, yang menggarapkan
sedekah kepada Pak Kikir. Dengan kata – kata terbata-bata sang nenek
memohon. Tetapi, Pak Kikir mengusir sang nenek dengan ucapan yang
menyakitkan hati. dengan sakit hati sang nenek akhirnya meninggalkan
pesta syukuran yang diadakan Pak Kikir. Sementara itu, karena tidak tega
menyaksikan kelakuan ayahnya, anak Pak Kikir mengambil makanan dan
memberikannya kepada sang nenek. mendapatkan makanan tersebut sang nenek
memakannya dengan lahap, karena perutnya sudah kosong. Sesudah
menghabiskan semua makanan tersebut, dia mengucapkan terima kasih dan
mendoakan anak Pak Kikir agar menjadi orang yang hidup dengan kemuliaan.
Kemudian dia melanjutkan perjalanannya hingga tibalah di salahsatu
bukit yang dekat dengan desa tersebut.
Dari atas bukit, dia
melihat rumah Pak Kikir yang besar dan megah, dan mengingat apa yang
dialaminya, maka kemarahan sang nenek pun kembali. Pada saat itu juga
sang nenek mengucapkan doa agar Pak Kikir yang serakah dan kikir itu
mendapat balasan yang setimpal. Lalu, dengan keras sang nenek
menancapkan tongkatnya ke tanah kemudian dicabutnya lagi tongkat
tersebut. Tiba – tiba , dari tempat tersebut kemudian keluar air yang
semakin lama semakin besar dan banyak, dan mengalir tepat ke arah desa
Pak Kikir.
Penduduk desa
menjadi panik, dan saling berlari ke sana ke mari. Ada yang segera
mengambil harta yang dimilikinya, ada yang segera mencari dan mengajak
sanak keluarganya untuk mengamankan diri. Melihat kepanikan tersebut,
anak Pak Kikir segera menganjurkan para penduduk untuk segera
meninggalkan rumah mereka. Dia menyuruh warga untuk meninggalkan segala
harta sawah dan ternak mereka untuk lebih mengutamakan keselamatan jiwa
masing-masing.
Sementara itu, Pak
Kikir yang sangat menyayangi hartanya tidak mau begitu saja pergi ke
bukit seperti yang dikatakan anaknya. Dia hanya berfikir tentang
hartanya. Dia tidak mau pergi, walaupun air makin lama, makin
menenggelamkan segala yang ada di desa tersebut. Ajakan anaknya untuk
segera pergi dibalas dengan bentakan dan makian. Akhirnya anak Pak Kikir
meninggalkan. Warga yang selamat sungguh bersedih melihat desanya yang
hilang bak ditelan air banjir. Tetapi mereka bersyukur karena masih
selamat. Kemudian bersama-sama mereka mencari tempat tinggal baru yang
aman. Atas jasa-jasanya, anak Pak Kikirpun diangkat menjadi pemimpin
mereka yang baru.
Dengan dipimpin
pemimpin barunya, warga bersepakat untuk membagi tanah di daerah baru
tersebut untuk digarap masing-masing. Anak Pak Kikirpun mengajarkan
mereka menanam padi dan bagaimana caranya menggarap sawah yang kemudian
dijadikan sawah tersebut. Warga selalu menuruti anjuran pemimpin mereka,
sehingga daerah ini kemudian dinamakan Desa Anjuran.
Desa yang kemudian berkembang menjadi kota kecil inipun kemudian dikenal sebagai Kota Cianjur.by CINDY ALVIOLITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar